Friday, August 28, 2015

Memilih Akses Internet untuk Traveling ke Jepang

Jalan-jalan ke luar negeri tapi nggak narsis di social media? Ngeri kali. Tapi, nggaklah. Aku nggak senajis itu, hahaha. Cuma memang gara-gara pengen narsis di social media, salah satu hal yang wajib dipersiapkan sebelum keluar negeri sekarang adalah akses internet. Rasanya ada yang kurang jika tidak memiliki akses Internet.
Bukan untuk gaya-gayaan. Alasan paling sederhana, kita semua sekarang umumnya menenteng ponsel cerdas. Nah, ponsel paling cerdas pun mendadak blo'on jika tidak punya akses Internet.
Saat liburan ke Jepang awal Juli kemarin, aku punya alasan lain yang lebih sahih harus punya akses Internet ketimbang sekadar agar bisa narsis di social media. Kendala bahasa jelas membuat aku harus mudah mengakses kamus atau sumber-sumber informasi lain yang sewaktu-waktu dibutuhkan. Selain itu, yang paling penting adalah akses Google Maps.
Ya, untuk mereka yang bepergian sendiri (tanpa menggunakan jasa pemandu/biro perjalanan wisata), Google Maps menjadi aplikasi wajib untuk navigasi.
Selain itu, setelah dicoba-coba, ternyata dengan Google Maps aku tak perlu repot membawa-bawa peta kereta api untuk kota-kota besar di Jepang seperti Tokyo atau Osaka. Misalkan aku mau pergi dari Shibuya ke Odaiba. Cukup pilih Directions, masukkan informasi tempat asal dan tujuan, lalu pilih moda transportasi yang diinginkan (jalan kaki, naik mobil, atau naik kereta). Maps akan otomatis mencarikan rute yang harus dilalui. Untuk kereta, langsung muncul informasi jalur-jalur kereta mana saja yang menghubungkan kedua lokasi--termasuk kalau harus transfer, perkiraan waktu tempat, sampai biaya yang harus dikeluarkan. Informasinya cukup detil, termasuk misalnya jika untuk transfer kereta harus berpindah stasiun, akan ada pula informasi berapa jauh harus jalan kaki. Oya, bahkan informasi kereta yang dinaiki ada di platform (peron) berapa juga ada. Singkatnya, informasinya benar-benar lengkap.
Hal ini terbukti kemudian, betapa kami tidak kesulitan untuk menjelajahi Tokyo dengan kereta. Kalaupun ada sedikit masalah, itu barangkali karena tidak disebutkan kalau hendak ke suatu tempat sebaiknya harus keluar lewat pintu yang mana--mengingat sebuah stasiun bisa memiliki lebih dari satu pintu keluar dan masing-masing menuju ke arah yang berbeda-beda. Makanya, waktu mau ke Kuil Sensoji di Asakusa, sempat bingung juga harus jalan ke arah mana dari pintu keluar.
Nah, kembali pada Google Maps, aplikasi ini hanya bisa berfungsi kalau ada akses internet. Memang, ada fitur untuk menyimpan data secara offline, tapi sangat terbatas sehingga lebih baik tentu saja punya akses internet.
Oke, jadi masalahnya, solusi internet seperti apa yang paling tepat untuk di Jepang. Aku coba browsing-browsing. Yang paling enak tentu punya koneksi langsung di ponsel. Tidak perlu perangkat tambahan, langsung konek seperti biasa aja. Tapi, harus hati-hati. Salah-salah, tagihan bisa bengkak. Perhatikan baik-baik ketentuan roaming internasional operator Anda, atau cari tahu jika ada paket operator lain yang tersedia untuk itu. Seperti waktu ke Singapura dua tahun silam, kebetulan XL lagi punya penawaran lumayan menyenangkan. Detil harga dan paketnya aku lupa, tapi dengan paket yang lumayan terjangkau, aku sudah punya kuota tertentu yang cukuplah untuk liburan 4 hari di negara singa itu.
Tapi, tahun kemarin, aku punya pengalaman yang kurang menyenangkan menggunakan paket murah-meriah semacam itu. Kebetulan mendadak aku harus mengakses file-file kerjaan dan ternyata kuotanya sudah nggak cukup untuk kirim email dengan attachment. Jadi, terpaksa aku menggunakan paket roamingnya Indosat, buntut-buntutnya nggak hemat-hemat juga. So, ketimbang repot pakai paket dari operator lain, aku sudah mengintip-intip paket dari Indosat.
Ternyata, untuk Jepang, Indosat punya penawaran paket Rp 79.000 per hari, unlimited. Pilihan ini lumayan, tapi aku nggak tahu, unlimited itu dengan kecepatan seperti apa.
Pilihan lain, waktu mampir ke pameran wisata Jepang di Central Park beberapa waktu silam, ada penawaran pakai modem wireless ala-ala Bolt gitu di stan HIS Tour. Harganya kalau tidak salah sekitar Rp 400 ribu. Alat sudah bisa dibawa dari Indonesia, sehingga begitu tiba di Jepang dapat langsung dipakai. Cuma, aku belum menemukan informasi review layanan ini.
Review yang banyak aku temukan di Internet adalah menggunakan alat yang sama. Bedanya, kita pesan via internet dan diambil di kantor pos di bandara. Meski ngeri-ngeri sedap kalau ternyata tidak sesuai yang ditawarkan, aku nekat memesan modem dari Japan Wireless. Kebetulan dibandingkan sejumlah penyedia layanan sejenis lainnya, ini termasuk yang paling murah. Pikirku, kalaupun tidak sesuai yang diharapkan, aku masih bisa menggunakan paket Indosat sebagai cadangan.
Waktu ngecek di websitenya, ada pilihan menggunakan model yang 3G dengan kecepatan maksimal 21 Mbps atau model LTE dengan kecepatan maksimal 75 Mbps. Herannya, yang LTE punya batasan kecepatan akan turun jadi 128 kbps setelah penggunaan 10 GB, sedangkan yang model 3G tidak ada batasan ini. Berhubung penggunaan internetku tidak macam-macam, rasanya yang 3G sudah jauh dari cukup.
Cara memesannya cukup mudah. Tinggal memilih paket yang diinginkan, membayar pakai Paypal (aku jadi terpaksa membuka akun Paypal), dan menerima konfirmasi via email. Sempat jadi ragu-ragu, karena interface di websitenya kurang meyakinkan, tapi tampaknya untuk urusan pembayaran cukup secure lah. Terakhir, kita akan mendapatkan voucer yang harus diprint dan tinggal ditunjukkan waktu pengambilan barang. Kebetulan aku memilih untuk dikirimkan ke kantor pos bandara Kansai, Osaka. Selain itu, ada juga pilihan untuk dikirimkan ke hotel tempat kita menginap. Tapi, aku memilih untuk dapat mengambilnya begitu menginjakkan kaki di Jepang.
Urusan pengambilan sangat mudah. Aku cukup memberikan voucer dan petugasnya langsung mengambilkan modem pesananku. Kayaknya memang layanan ini sudah lazim sehingga petugasnya langsung paham gitu. Kantor pos di airport Kansai terdapat di lantai 2, di sisi selatan, dekat Family Mart.
Kita menerima paket dalam amplop cokelat. Di dalamnya terdapat tas kecil berisi modem, charger, dan power bank. Kita cukup menghidupkan modem dan memasukkan password di gadget. Voila, gadget pun langsung terkoneksi. Begitu mudah dan praktis. Yang menyenangkan, modem ini bisa diakses oleh (maksimal) 5 gadget pada saat bersamaan. Jadi, meski harga per harinya lebih mahal ketimbang paket Indosat, tapi aku dan Icha dapat sharing sehingga biayanya lebih ekonomis ketimbang kami masing-masing mengambil paket dari Indosat.
Pengalaman kami selama empat hari di Jepang, sinyal relatif baik dengan kecepatan yang dapat diandalkan. Sinyal juga tidak hilang waktu kami naik Shinkansen dari Osaka ke Tokyo. Beberapa kali, Icha juga sempat menggunakan video call mengunakan Line dan dapat berjalan baik meski agak patah-patah. Tapi, suaranya dapat diterima dengan jelas. Untuk browsing dan akses Google Maps, sama sekali tidak ada masalah. Bahkan, dalam kereta bawah tanah (subway) saja masih ada sinyal. Jadi, overall, dengan harga yang kami bayar, layanan dan kemudahan yang kami terima cukup memuaskan.
Paket yang kami beli adalah untuk 4 hari, yaitu tanggal 1-4 Juli. Jadi, ketika kami hendak pulang pada 4 Juli, aku bilang ke Icha, ayo habis-habiskan baterai dan paket internet ini sebelum dikirim balik via pos. Terakhir, sebelum kami masuk ke dalam airport, aku memasukkan modem dan perangkat bawaannya ke dalam amplop, lalu mencemplungkannya ke dalam kotak pos di depan kantor pos--karena kantor posnya sudah tutup waktu kami tiba sekira pukul enam sore.
Oya, kalo memesan untuk diambil di kantor pos, perhatikan jam buka kantor posnya. Pengambilan hanya bisa dilakukan antara pukul 9 pagi hingga 5 sore. Di luar itu tidak bisa karena kantor pos belum buka atau sudah tutup. Kalau untuk drop off bisa kapan saja, tinggal cemplungin ke kotak pos.
Hingga hari ini, aku tidak menerima kabar apa pun lagi dari Japan Wireless, jadi mestinya semuanya berjalan baik-baik saja. Kalau misalnya barang tidak kembali atau terjadi kerusakan, kita kena denda yang akan dipotong dari kartu kredit. Semoga sih aman-aman saja.

No comments: