Friday, August 28, 2015

Liburan ke Jepang

Shibuya Crossing.
Ini adalah tulisan pertama dari Seri Jalan-jalan ke Jepang. Sebelumnya, sedikit latar belakang. Berlibur ke Jepang? Banyak orang--bahkan sampai sekarang kalau aku cerita--bilang bahwa Jepang itu mahal. Lain waktu aku akan bahas lebih jauh, mengapa kami memilih ke Jepang. Tapi, untuk konteks tulisan ini cukuplah aku bahas yang praktis-praktis saja.

Singkatnya, berlibur ke Jepang memang tidak murah, tapi masih bisalah dijangkau. Buat keluarga kelas menengah seperti kami, tentu butuh usaha menabung yang banyak dan sedikit keberuntungan. Keberuntungan yang aku maksud adalah mantengin salah satu maskapai yang acap bikin promo heboh. Kebetulan, begitu dengar maskapai ini menggelar kembali program nol rupiah, aku langsung memberi tahu Icha dan begitu pulang kantor pada 2 Juni 2014--yup, sudah setahun lebih--kami langsung hunting tiket.


Sejak lama kami ingin memenuhi undangan seorang teman Icha yang tinggal di Osaka. So, tujuan kami adalah Osaka. Cari-cari-cari, ternyata dapat dapat tiket Jakarta-Osaka PP kurang dari Rp 9 juta untuk bertiga. Cukup murah. Hanya saja, kami agak ragu menentukan tanggal keberangkatan. Yang jelas, kami hanya bisa berangkat saat liburan sekolah. Aku tidak mau mengorbankan sekolah Jeremy. Masa sekolah mestinya berakhir pada akhir Juni 2015 dan libur sampai--nah ini dia--antara sebelum atau sesudah Lebaran 2015.

Kami tidak mau gambling mengambil waktu minggu terakhir Juni, khawatir jangan-jangan masih ujian atau ada kegiatan di sekolah. Jadi kami putuskan untuk berangkat 30 Juni. Berapa lama di Jepang? Ada sejumlah pertimbangan. Selain biaya tentunya, aku harus memperhitungkan cuti dan kegiatan kami selama di Jepang. Pengalaman berlibur di Singapura pada 2013 lalu, memasuki hari ketiga--setelah hari sebelumnya ke Universal Studios--Jeremy sudah bosan dan capek sehingga sering ngambek di jalan. So, kalau kami berniat ke Disneyland Tokyo, mestinya jangan di awal-awal, dan durasi di Jepang juga jangan terlalu lama. Empat hari rasanya ideal, di luar perjalanan, karena kami harus transit di Kualalumpur. Maka, diputuskan berangkat 30 Juni, kembali (tiba di Indonesia) 5 Juli. Deal! Tiket pun dipesan.

Fake Liberty statue and Rainbow Bridge, Odaiba.

Dotonbori.

Sebenarnya, ada hal lain yang agak mengganggu, tapi karena keputusan harus cepat diambil, ya sudah demikian. Belakangan, saat menyusun itinerari dan budget, kami baru sadar bahwa Tokyo-Osaka tidak dekat dan biaya transportasi dalam negeri Jepang pun tidak murah. Untuk bolak-balik Tokyo-Osaka jelas makan waktu dan biaya. Mestinya, akan lebih optimal jika kami masuk di Osaka dan keluar di Tokyo. Tapi, sudahlah, tiket sudah dipesan. Ya harus pintar-pintar menyusun rencana.

Yang jelas, kami harus mengunjungi teman Icha di Osaka. Ya sudah, aku mengalokasikan waktu hari pertama untuk muter-muter Osaka. Detailnya, mesti didiskusikan lagi dengan temannya Icha. Hari kedua, pagi-pagi benar kami harus berangkat ke Tokyo, sekalian menjajal Shinkansen. Diperkirakan butuh waktu sekitar 3 jam, mestinya sebelum makan siang, kami sudah sampai di Tokyo. Ada dua highlight yang menurutku wajib dikunjungi, agar setidaknya "tahu" Tokyo, yaitu Kuil Asakusa dan Jalan Nakamise serta Shibuya dan Harajuku. Ini mestinya bisa dikejar dalam setengah hari kedua. Hari berikutnya, hari ketiga, merupakan "main course" liburan ke Jepang, yaitu seharian di Disneyland Tokyo. Dari situ, kami langsung naik bus malam kembali ke Osaka. Hari keempat, alias terakhir, lagi-lagi perlu didiskusikan dengan temannya Icha. Kira-kira begitulah rancangan kasar itinerari kami. Cukup okelah untuk pemula karena sudah mendapat highlight tempat-tempat wisata utama Jepang.

Itinerari ini baru fixed menjelang keberangkatan, karena selama setahun menunggu--ya, setahun--ada saja usulan atau info tentang tempat lain yang menarik. Misalnya saja, apakah kami hanya fokus di kawasan Kansai saja. Jadi, menjelajah Osaka, Kyoto, dan Nara. Tapi, kayaknya Jeremy pasti bosan, karena yang dilihat pasti lagi-lagi kuil dan sejenisnya. Di Osaka memang ada Universal Studios, tapi karena sudah pernah di Singapura, rasanya sayang. Mending coba yang lain. Sempat pula terpikir untuk melihat Gunung Fuji, atau pernah pula sempat kesengsem melihat liputan Shirakawago di Waku-waku Japan. Tapi, akhirnya kembali ke rencana semula, untuk mengunjungi Osaka dan Tokyo.

Setelah beberapa kali berkomunikasi dengan temannya Icha, termasuk mengunjungi dia saat liburan ke Bandung pada Lebaran 2014, akhirnya kami memutuskan untuk berkunjung ke Istana Osaka dan Dotonbori-Shinsaibashi. Keduanya merupakan highlight utama yang wajib dikunjungi kalau ke Osaka. Selain itu, diputuskan untuk berkunjung ke Kids Plaza, arena bermain anak 5 lantai di Osaka, berhubung temannya Icha juga punya 3 anak yang masih bocah. Jadi, biar bocah-bocah pada senang bermain. Ternyata, masih ada tambahan, kami ditraktir di sebuah restoran sushi di Osaka. Wah, ini sih "bonus" yang tidak direncanakan.

Hachiko.

Kaminarimon.

Asakusa.

So, jadi itinerari komplet yang akhirnya kami jalani adalah sebagai berikut:
Hari I:

  • Pagi, tiba di Osaka
  • Siang ke sore, Dotonbori-Shinsaibashi
  • Sore, Istana Osaka
  • Malam, makan sushi, sayang lupa namanya, tapi mestinya di kawasan utara Osaka.
Hari II:

  • Pagi, Osaka-Tokyo, naik Shinkansen Nozomi
  • Siang, makan siang sambil mandang-mandang Tokyo Tree (mandang-mandang doang, kagak mampir), dilanjut muter-muter Kuil Asakusa dan belanja di Jalan Nakamise.
  • Sore, mampir di Shibuya, menyimak lautan manusia di persimpangan dan foto bareng anjing Hachiko, dilanjut ke Harajuku (Jalan Takeshita)
  • Malam, masuk hotel di Odaiba, lalu menikmati pemandangan Jembatan Rainbow dan foto dengan patung Liberty
Hari III:

  • Pagi sampai malam, di Tokyo Disneyland
  • Malam, naik bus malam kembali ke Osaka
Hari IV:

  • Pagi tiba di Osaka
  • Siang, main ke Kids Plaza
  • Sore, siap-siap ke bandara Kansai
Yup, jadwalnya cukup ketat dan padat. Capek? Sudah pasti, tapi belum puas, karena tidak bisa terlalu banyak menjelajah akibat diburu-buru waktu. Mungkin lain kali bisa lebih santai dan fokus pada satu atau dua tempat saja per hari.

6 comments:

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...

Udara di akhir bulan juni bagaimana?

Pelangsing Teh Herbal Daun Jati Cina said...

wah asyiknya bisa liburan sama keluarga


Dieng Tour

Unknown said...

Thx utk infonya ya..bermanfaat buat aku yg suka liburan.. mampir jg yuk ke http://elementmtb.com/gowes-lebih-seru-jika-menelusuri-tempat-ini/

Unknown said...

@agus salim effendy, trims sudah mampir. tempo hari kami ke jepang tepat awal juli, saat mulai masuk musim panas. menurut temen yang tinggal di jepang, saat masuk musim panas biasanya sekitar dua minggu itu pancaroba, sering hujan. baru pertengahan juli hingga agustus benar-benar memasuki musim panas, yang panasnya bisa lebih parah dari tanah air. kalo di akhir juni keliatannya masih lumayan nyaman, pergantian dari musim semi ke musim panas. oya, ini kondisi di seputaran tokyo ya. semoga membantu.

Unknown said...

@wisata dieng dan @agnes maria, terima kasih sudah mampir.